Senin, 09 April 2012

Menunggu Lebih Baik, Dari Pada Tidak Sama Sekali

Lugu nan bijak tampilan yang nampak padanya. Mempesona setiap langkah yang tertapak dari kakinya. Walau sekian lama, walau sekian jauh namun tiada keluh yang pernah terucap. Memberi tanpa berharap untuk dibalas, dan hanya ikhlas yang ada dihatinya. Mukti nama yang biasa terucap untuk menyapanya. Seorang guru MI didesa yang berada tidak jauh dari pusat kabupaten kotaku. Hanya saja nasib sekolah MI ini jauh dari sekolahan-sekolahan yang berada dipusat kabupaten.



Pak mukti adalah seorang guru swasta pengajar disekolahku. Beliau mengajar kelas 5 dan kelas 6, pembawaanya tenang, berwibawa, terkadang lucu, dan sangat bersahabat dengan murid-murid. Dengan hanya bermodalkan ijazah Aliyah, beliau mengajar disekolahku. Maklum, sekolahku adalah sekolah swasta yang kekurangan guru dan mengharapkan ada sukarelawan yang mau mengajar dengan gaji yang pas-pas-an. Ranah sekolahku memang berbeda dengan sekolah-sekolah negeri. Misi kami adalah yang penting mendapatkan murid dan para orang tua tidak ragu untuk menyekolahkan anaknya disekolahku, meskipun nyata-nyata ada sekolahan yang lebih baik dari sekolahku. Tak jarang, ada murid dengan keterbatasan mental ikut sekolah juga disekolahku. Meskipun akibatnya dia menjadi penghuni terlama disekolah karena naik kelas dengan metode selang-seling, satu tahun naik kelas, tahun berikutnya tinggal kelas dan begitulah seterusnya.
Jumlah murid yang masuk kesekolahku memang tidak dapat ditargetkan. Pasrah, karena memang kami sadar akan kondisi yang ada. Delapan tahun yang lalu waktu aku masih sekolah di sekolah itu, teman sekelasku hanya ada 20 orang, itupun didominasi perempuan. Memang, semuanya tak nampak seperti yang diharapkan. Kualitas guru yang ada memang pas-pas an, namun kami merasa puas dan berusaha untuk mengerti dengan diajar oleh bapak-ibu guru kami. Termasuk pak mukti, salah satu profil guru idolaku, hingga sekarang ini aku telah duduk dibangku perkuliahan, beliau masih menjadi idolaku.
Tiap kali pulang kerumah dari tempatku menuntut ilmu sekarang ini, satu pertanyaan yang terlintas dalam benakku. Apakah guru-guru yang telah berjasa padaku dimasa kecil sudah memiliki kehidupan yang layak seperti layaknya guru-guru sekarang ini. Mendapat kesempatan menjadi guru negeri, atau mungkin mendapat kesempatan melanjutkan sekolah. Tetapi jawaban dari pertanyaanku nihil, sering kulihat pak mukti masih saja menaiki sepeda pancal beliau yang dulu sering dibawanya kesekolah. Dan tak pernah kulihat beliau memboncengkan istrinya diatas sepeda motor.
Profil guru negeri memang menggiurkan. Namun, jika hanya bermodalkan ijazah Aliyah apakah masih dapat kesempatan itu tercapai. Bagi pak mukti yang sekarang telah dikaruniai dua orang putra, sulit untuk beliau berfikir untuk sekolah lagi. Memberi makan dua orang anak dan seorang istri saja beliau harus membanting tulang kesana-kemari. Lagi-lagi pasrah, dalam menjalani hidup. Pasrah menunggu kerelaan hati para pejabat tinggi pemerintah untuk memberikan ruang penghargaan kepada beliau atas semua pengabdian yang telah beliau lakukan.
Sekolahku memang tidak dapat berbuat hal banyak, kemampuan yang ada hanya cukup untuk mempertahankan image yang terus saja bersaing dengan sekolah-sekolah yang lain. Selalu terlintas dalam benakku, kapan aku menjadi orang sukses dan dapat memberikan penghargaan orang-orang yang telah berjasa padaku semasa kecil hingga aku sekarang bisa menjadi seperti ini.
Dalam benakku, tak banyak yang dapat kubangggakan dari diriku. Meskipun banyak diantara orang-orang disekelilingku sering memujiku. Melanjutkan sekolah di SMA favorit, dan sekarang menginjak bangku perkuliahan diuniversitas negeri diluar kota. Tanpa orang yang pernah berjasa semasa kecilku, aku tidak apa-apanya.
Pak mukti, tak banyak yang dapat aku lakukan untukmu. Hanya doa yang selau terlantun agar engkau selalu diberikan ketegaran menunggu yang selalu ditunggu-tunggu. Iya, menunggu untuk perbaikan nasib menjadi pegawai negeri seperti layaknya guru-guru yang telah lama mengabdi. Setiap kali ditanya masih saja engkau memberikan senyum keikhlasan untuk terus dan terus menunggu
” Menunggu lebih baik, dari pada tidak sama sekali” ucapmu.
Keikhlasan pasti akan membuahkan sesuai dengan apa yang kita harapkan. Karena pada dasarnya setiap doa pasti akan di ijabah, hanya saja kita yang harus sabar menunggu waktu yang tepat kapan doa kita akan diijabah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar